“tok...tok..tok”
“iya,
tunggu sebentar ya..”
Pintu pun di buka
“Abdi..?? ini kamu Abdi..??”
“ya,
ibu. Ini anakmu Abdi !! Siapa lagi ??!”
Bu Minahpun memeluk anaknya erat-erat, dan sangat
rindu atas ke pulangan anaknya dari perantauan.
“Abdi,
apa sudah makan nak..?”
“kebetulan
belum, bu”
“ia,
kamu pasti lah laparkan sekarang. Nah ayo makan sekarang ayo..! ayo !”
Bu Minah dengan segera pergi ke dapur dan membuatkan
teh hangat untuk anaknya.
“bu,
sedang apa ?”
“ah,
ya ! ibu buatkan teh hangat dulu ya..kamu belum bisa makan kalau teh hangatmu
belum di buat, iya kan ?!”
“he..,
tidak susah bu. tidak apa-apa. Tanpa teh hangatpun aku akan makan ya”
“ibu,
duduk aja. Oh ya ini aku ada oleh-oleh untuk ibu dan Nisa”
“oh
ya ? mana Nisa, bu ?”
Sambil menoleh kiri dan kanan Abdi mencari keberadan
adiknya.
“kenapa
kami cari di rumah, ngak akan ketemu. Sekarang masih jam 10:00 kan. Dia ya, ada
di sekolah kan ??”
“oh
ya, aku lupa bu”
“sudah
lah, nanti adikmu itu kan akan balik pulang juga. Nah sekarang makan dulu”
“ya”
Abdi duduk di bangku meja makan, dan ibunya
menyiapkan banyak sekali sambal dan semuanya adalah kesukan dari Abdi. Ibu nya
baru kemarin mengabarinya untuk pulang karena rindu dan ternyata Abdi anaknya
punpulang keesokan harinya. Abdi surat pergi merantau ke kota orang selama enam
tahun lamanya dan baru dapat pulang sekarang ini. betapa tidak kaget dan
bahagianya ibunya tersebut.
Bu Minah merasa prihatin melihat kondisi anaknya
sekarang. Ia melihat anaknya Abdi sekarang tambah kurus saja dari ia awal
berangkat dari rumah. Dan wajahnya pun agak sedikit pucat.
“Abdi,
apa kamu sakit ?”
“he..,
tidak bu. Abdi baik-baik aja. Cuma lapar kangen masakan ibu”
“kamu
ini makanlah ya”
“enak,
bu”
Mendengar jawaban anaknya, bu Minahpun tersenyum.
Setelah menyelesaikan santapan Abdi pun menghabiskaan waktu dengan ibunya
bercerita tentang kehidupannya di kota orang.
Abdi sudah menjadi kepala keluarganya, ayahnya
meninggal karen sakit. Dan Abdi setelah menyelesaikan SMK ia pun ikut kerja
salah satu temannya di kota orang. Dan setiap bulan hasil gajinya ia kirimkan
untuk ibu dan adiknya. Sedangkan bu Minah semenjak di tinggal suaminya, ia
membuka warung kecil-kecilan untuk tambahan biaya hidupnya daan biaya sekolah Nisa.
Setiap sebulan sekali ia mengabari dan memcari tahu keadaan Abdi melalui media
telpon. Abdi pun begitu adanya. Mereka terhubung melalui media telpon itu saja
selama 6 tahun terakhir ini. namun sekarang Abdi dapat pulang. Namun ini
benar-benar kabar yang mengejutkan sekali. Karena Abdi tidak memberitahu
sebelumnya bila ia ingin pulang ke rumahnya.
“bagaimana
pekerjaan mu, nak ?”
“aku
tinggalin, bu. ngak apa kok aku udah dapat uang untuk biaya hidup kita. Jadi
aku ingin sekarang untuk memberikannya pada ibu dan Nisa”
“lalu
setelah itu kaamu maau kemana ? tetap lah disini ya..!! kamu pindah kerja saja. Cari kerjaan yang dekat dengn rrumah saja ya”
“jangan
jauh seperti itu, ibu ngak bisa untuk menjengukmu kesana kan !”
“tidak
apa-apa bu. aku juga mau pulang kok”
Bu Minah perlahan mulai meneteskan air matanya dan
ia pun menanggis. Abdi beranjak dari duduknya dan memeluk tubuh ibu nya
tersayang. Ia mengusap-usapkan punggu bu Minah dengan lembut,.
“bu,
yang tabah ya.., sabar ya. Abdi akan pulang kok. Jadi jangan menangis ya.. !!”
“ibu
harus tertawa dan bahagia, ya bu..!!”
“oh,
ya bu aku dah bawa banyak sekali uang untuk kita. Hail selama ini aku kerja di
kota orang bu. ibu bisa beli baju baru, perabotan baru, dan biaya untuk sekolah
Nisa sampai kuliah”
“haa..,
tapi bukannya. Uang gajimu selalu kamu kirim ke ibu semuanya. Jadi
bagaimana..??”
“aku
ngak kerja di satu tempat bu, Abdi kerja di beberapa tempat dan bos-bos Abdi
orangnya baik-baik semuanya. Dan hasilnya Abdi dapat menggumpulkan uang
sebanyak ini untuk kebutuhan ibu dan Nisa”
“jadi
jangan sedih lagi ya.., ibu juga bisa dengan uang ini untuk membuka warung yang
lebih besar dari warung ibu sekarang”
Bu Minah tambah menangis, namun ini merupakan
tangisan bahagia. Bahwa anaknya yang ia sayang telah menjadi orang yang
berhasil. Bu Minah sangat bersyukur dan bangga dengan Abdi.
“ibu
bangga dan sayang padamu, nak”
“iya
bu, anakmu ini tau itu. Ibu selalu sayang dan mendoakan anakmu ini. jadi boleh Abdi
minta satu permintaan”
“apa
? apa itu..??”
“Abdi
mau di peluk ibu dan ibu tersenyum bahagia”
“sini
ibu peluk”
“hee.,
tapi bukan sekarang besok aja ya”
“oh
ya bu, ini barang Abdi. Taruh di sini aja ya. Di dalamnya ada kunci dan kartu
ATM, ibu simpan dulu ya”
“ya
ya, kamu mau kemana”
“mau
tidur di kamar, rasanya ngantuk sekali”
“oh..,
ya udah tidurlah ya”
“ya..,
Abdi pergi ya bu”
“ya”
Bu Minah pun membereskan tas anaknya itu dan
menaruhnya di tempat yang aman. Dan bu Minah jadi terheran kenapa ngak dibawa
langsung aja ke dalam kamar Abdi. Kenapa dia menaruhnya diatas kursi aja.
Bu Minah pun membawa tas tersebut ke kamar Abdi. Dan
ketika bu Minah masuk Abdi tidak ada di manapun dalam kamar tersebut.
“heh..!!
Abdi ??”
“kemana
dia ? bukannya dia ke kamar mau tidur tadi ??”
“Abdi
?? Abdi..??”
Dan ketika bu Minah sedang ke heranan dan binggung
kemana anaknya pergi. Nisa datang dengan nafas terenggah-enggah.
“ibu..ibuuu..!!”
“Nisa
kamu sudah pulang ??”
“apa
kamu sudah bertemu dengan abang mu, Abdi..?? tadi dia pulang terus setelah
makan dia mau pergi tidur. Ps ibu lihat ke kamar dia tidak ada.. ?? apa dia
duduk di luar ??”
“ibuuu,
apa yang ibu katakan..??”
Nisa mulai mengeluarkan air matanya dan menanggis
terisak-isak.
“bu..,
tadi pihak sekolah manggil Nisa ke kantor, terusss..”
“ada
apa ??”
“terus,
mereka bilang ada kabar dari bang Abdi, bu..!! bang Abdi , bu !!”
“ada
apa ??”
“bang
Abdi, meninggal dalam kecelakaan saat bekerja, bu !!”
“saat
abang dalam perjalanan di bawa ke rumah sakit. Abang udah ngak ada bu.., bu..!!
abang bu...!!”
“abang
meninggal, bu !!”
“apa
kamu bilang, Nisa. Barusan tadi abang mu disini. Dia pulang kerumah dan kamu
masih di sekolah tadi. Dari mana sekolah tahu.”
“abang
kan yang bayar uang sekolah, bu. jadi mereka punya nomor kontak abang bu !!”
Kemudia telpon rumah bu Minah berbunyi, bu Minah
perlahan mendekati meja. Mencoba menenangkan diri dan mencoba mengeakkan semua
kejadiaan yaang ada ini. ia tidak percaya, karena anaknya barusan bersmanya,
makan di hadapannya dan mengobrol banyak dengannya. Tidak mungkin anaknya. Tas
yang ia bawa masih dapat ia genggam dengan tanggannya.
Bu Minah mengangkat telponnya
“ya,
saya bu Minah ini siapa ya ?”
“maaf
bu, saya manajer dari saudara Abdi pambudi, bu. saya ingin memberikan kabar
duka. Maaf kan saya terlebih dahulu bu. anak ibu yang bernama Abdi pambudi
mengalami kecelakaan saat bekerja bu dan tidak tertolong. Saat kami membawanya
ke ruma-...”
Belum selesai manajer itu berbicara, bu Minah
menjatuhkan telponnya. Melihat ibunya terkejut, Nisa mengambil telpon itu dan
mendengarkan lanjutannya.
“bu..,
sudah bu.. kita yang sabar bu. abang pasti sedih bila ibu menanggis”
“Nisa,
ibu sungguh bertemu dengan abangmu tadi, tadi dia ke rumah, Nisa”
“bu,
mungkin itu pertanda bu, mngkin ia memang datang ke rumah dan mengucapkan
perpisahan dengan ibu”
“bu,
kita doa kan semoga abang diterima di sisi-Nya dan bahagia”
Setelah itu, keesokkan harinya jasab Abdi di bawa
pulang ke kampung kelahirannya. Dan ia pun di makamkan. Manajer perusahaan
tempat Abdi bekerjapun datang turut berduka cita atas apa yang menimpa
bawahannya dan memberikan santuan dan gaji Abdi yang belum ia ambil.
Kemudian salah seorang dari pegawai perusahaan
datang menghampiri bu Minah dan Nisa, ia memberikan barang-barang milik Abdi.
Dimana barang-barang milik Abdi terdapat buku catatan, tentang semua apa yang
ia lakukan selama di kora orang. Dan tentang rencana Abdi untuk membelikan
ibunya baju baru, perabotan baju dan juga biaya sekolah Nisa sampai kuliah. Dan
dari semua ini, bu Minah juga mendapati jumlah tabungan Abdi yang dapat
memenuhi semua rencananya itu. Semuanya sudah terencana dengan baik.
Bu Minah jadi teringat permintaan Abdi saat itu, ia
pun sebelum Abdi di kuburkan ia pun memeluk anaknya untuk terakhir kalinya dan
berusaha untuk tersenyum.
“baik,
baiklah nak.. ibu ikhlas. Ibu iklhas kamu pergi, terimakasih untuk semuanya.
Ibu bangga dan sayang padamu”
End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan kata yang bijaksana